Senin, September 10, 2007

Kini, Hampir 200 Juta Muslimin ada di Cina

Thursday, 24 May 2007
Muslimin dan muslimat di daratan Cina tercatat sebagai kaum yang menjalankan ibadah dengan ketat. Wajah mereka berseri sebagaimana laiknya wajah yang dibasuh dengan air bersih dan suci lima kali dalam sehari. Jumlah mereka hampir 200 juta dari 1,5 milyar penduduk Cina.

Bangunan masjid ada dimana-mana. Di Beijing ada dua masjid agung. Pertama masjid Tung-tse di pusat kota dan kedua masjid di kawasan Niu-jie yang sudah berusia sekitar 1.000 tahun. Niu-jie adalah kawasan pemukiman Islam yang dibelah oleh jalan sepanjang 5 km dan disana berderet supermarket serta restoran menjual makanan halal.

Kemesraan kehidupan ummat Islam di bumi Chung Kuok ini berakar pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw (570-632M) dan masa Dinasti Tang (618-905M). Pada masa Kaisar Tai Tsung (627-649M), kaisar kedua, Rasulullah mengucapkan sabda yang terkenal itu, ?Tuntutlah ilmu walau ke Negeri Cina?.
Sepeninggal Rasulullah, pada 636M, Khalifah Umar ibn Chattab mengirim Saad ibn Abi-Waqqash untuk merebut ibukota imperium Parsi, Cresiphon. Pada 641M Islam menguasai seluruh wilayah imperium Parsi sampai perbatasan pegunungan Thian San di Asia Tengah. Khosru Yezdegird III (632-651M), khosru terakhir melarikan diri dan minta bantuan Kaisar Yong Hui untuk merebut kembali wilayahnya.

Yezdegird III pada 30H/651M bergerak memasuki wilayah Khurasan untuk merebut ibukota Merv. Panglima Ahnaf ibn Kais Al Tamimi berhasil memukul mundur pasukan gabungan Cina dan Parsi. Yezdegird III terbunuh di tepi sungai Sir-Darya. Peristiwa ini terjadi masa pemerintahan Khalifah Ustman ibn Affan (23-35H/644-656M).

Khalifah Utsman bereaksi keras atas intervensi Cina. Dia mengirim delegasi ke ibukota Cina, Changan, membawa nota memperingatkan langkah Kaisar Cina. Delegasi dipimpin oleh Panglima Besar Saad ibn Abi-Waqqash. Perjalanan Saad ibn Abi-Waqqash itu tercatat dalam kitab Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi) yang ditulis oleh Lui Tschih, penulis muslim Tionghoa pada abad ke-18.

Panglima Saad ibn Abi-Waqqash bertemu dengan Yong Hui. Kaisar Cina minta maaf atas kejadian itu. Sengketa selesai dan Saad kembali ke Madinah.

Selain itu masih ada catatan resmi pihak Tiongkok yang menyebutkan pada abad ke-5 Masehi, sebelum agama Islam lahir, armada dagang Tiongkok telah berlayar sampai Teluk Persia. Selanjutnya, catatan resmi dinasti Sui (605-618M), yang digantikan oleh dinasti Tang, juga menyebutkan hal itu.

Orang Arab sudah memperdagangkan hasil produksi Cina sebelum memeluk agama Islam. Banyak pula yang berlayar ke Cina setelah memeluk agama Islam. Tiongkok, ketika itu, terkenal sebagai negeri yang paling maju di dunia.

Sejarah mencatat, dinasti Tang (618-905M) menyediakan tempat kediaman khusus bagi orang asing di Bandar Kwang Chow (Kanton), Chang Chow dan Chuan Chow. Bandar Kanton itu berada di Kwantung dan dua yang lain berada di Fukien. Orang-orang asing (Arab, Persia, Yahudi, Nasrani), diizinkan berdagang dengan orang Tionghoa di bandar-bandar yang telah ditetapkan.

Ada pula catatan yang mengungkap bahwa keturunan orang-orang Arab yang telah berada di Tiongkok sebelum Islam lahir, memeluk agama Islam di Tiongkok. Hal tersebut bisa terjadi karena ada sahabat Nabi Muhammad saw yang berlayar ke Cina pada sekitar 618M. Saat itu Rasulullah mengizinkan pengikutnya hijrah ke Ethiopia untuk menyelamatkan diri dari siksaan kaum jahiliah.

Rombongan yang hijrah ke Ethiopia berjumlah 101 orang dipimpin oleh Jaafar bin Abi Thalib. Dalam jumlah itu termasuk Saad ibn Lubaid. Dia merasa tidak serasi dengan kehidupan di Ethiopia lalu berlayar dari Teluk Aden ke wilayah lain.

Armada Arab dari Teluk Aden dan Teluk Parsi biasanya berlayar ke arah timur pada bulan Mei dan Juni dan pulang kembali Oktober dan November mengikuti angin musim. Kapal yang membawa Saad ibn Lubaid tiba di bandar Kwang Chow (Kanton). Di bandar itu dia bertemu dengan orang senegerinya yang belum memeluk agama Islam.

Saad Ibn Lubaid pun menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang Arab di Kanton antara 9H dan 14H. Ini terjadi sekitar 20 tahun sebelum ada hubungan diplomatik antara dinasti Tang di Tiongkok dan daulat Umayyah (661-760M) di Timur Tengah. Orang Tionghoa memanggil Arab muslim dengan panggilan ?Arab berjubah putih?.

Saad adalah seorang Al Shahabi yang nama lengkapnya Saad ibn Lubaid Alhabsyi. Dia punya teman bernama Yusuf. Saad dan Yusuf giat dalam penyiaran ajaran Islam. Saad di Chuan Chow dan Chang Chow, dan Yusuf di Kwang Chow (Kanton).

Kegiatan mereka berbekas dengan keberadaan Kwang Tah Se (masjid dengan menara cemerlang) di Kanton dan kehadiran Chee Lin Se (masjid dengan tanduk- menara- satu). Itu adalah dua masjid tertua yang dibangun di Tiongkok sekitar tahun 640M. Selain itu kepentingan azan, menara masjid yang di Kanton yang berusia lebih dari 1.360 tahun itu juga dijadikan mercu-suar bagi kapal yang memasuki bandar Kanton.

Banyak turunan muslim Tionghoa yang memakai nama keluarga SAA, singkatan dari nama Saad, penyiar agama Islam pertama di Tiongkok. Tercatat pula Laksamana Saa Ching Ping yang harum namanya pada saat Republik Tiongkok menumbangkan Dinasti Manchu (1644-1911M). Ada pula nama keluarga Yui, singkatan dari Yusuf, penyiar Islam pertama yang menemani Saad.

Penyiaran agama Islam di kalangan orang Arab yang bermukim di Tiongkok berlangsung tanpa hambatan. Hal ini terjadi karena kenyataan sejarah semua orang Arab di Arabia sudah memeluk agama Islam menjelang Nabi Muhammad wafat. Lalu-lintas melalui jalur laut dewasa itu memudahkan membawa berita dari Arab ke Tiongkok.

Orang-orang Arab telah berabad-abad tinggal di Tiongkok. Telah pula terjadi perkawinan antara orang Arab dan Tionghoa, Islam pun berkembang dengan cepat. Saad dan Yusuf memperlihatkan keteladanan seorang Muslim dan pengaruh dari keteladanan ini besar sekali.

Fakta ini menunjukkan agama Islam berkembang lebih dahulu dibandingkan dengan wilayah lain di luar Arabia. Di Tiongkok agama Islam tidak berkembang lewat peperangan. Keadaan ini sama dengan perkembangan Islam di Asia Tenggara.

Menjelang akhir masa dinasti Tang, terdapat sekitar 120.000 imigran di Tiongkok, 80% -nya adalah orang Arab. Selebihnya orang Parsi, Nasrani dan Yahudi. Begitu pula masa dinasti Sung. Ini menunjukkan hubungan yang erat antara Tiongkok dan Arab.

Catatan dinasti Tang menunjukkan telah berlangsung 37 kali protokol diplomatik antara perutusan Arab dan Tiongkok. Catatan resmi ini dipungut dari Outline of Islamic History in China, buku karya Muhammad Pai Shou Yi, cetakan 1945. Catatan lain menunjukkan hubungan antara pemerintah Islam dan Tiongkok terjadi pada tahun 755M.

Saat itu di Tiongkok terjadi pemberontakan yang dipimpin An Lu Shan, gubenur Pinglu. An Lu Shan merebut ibukota Changan dan Kaisar Hsuan Tsung serta keluarga mengungsi ke kota I-Cheh (sekarang Chengtu) di wilayah Szechuan. An Lu Shan menyatakan diri sebagai kaisar dengan gelar Kaisar HsiungWu.

Perutusan dikirim ke Baghdad menemui Khalifah Al Manshur (136-158H/754-775M). Khalifah menyambut baik utusan Tiongkok dan mengirim pasukan dalam jumlah besar dari Khurasan. Pasukan menyeberangi pegunungan Thian San, masuk wilayah Sinkiang, wilayah Kansu dan terus menerobos ke ibukota Changan. Pada 775 M Changan direbut. Sebulan kemudian ibukota kedua, Loyang, direbut. An Lu Shan terbunuh dalam pertempuran. Kaisar Hsuan Tsung kembali ke ibukota Changan.

Sebagian besar pasukan Islam kembali ke Khurasan. Sekitar 4.000 orang yang bujangan menetap di Changan. Mereka menikahi wanita Tiongkok. Data ini diperoleh dari sensus tahun 760, masa Kaisar Chin Chung, dari dinasti Tang.

Tiga dinasti di Tiongkok, Tang, Sung dan Yuan melahirkan sejumlah tokoh besar masyarakat Muslim yang menghormati adat istiadat Tionghoa, dan loyal terhadap Tiongkok. Kaum muslim Tiongkok bersama dengan non muslim membangun sebuah khilafah Islam yang dikenal dengan Dinasti Ming (1368-1644M). Kemudian Dinasti Manchu (Mongol) menguasai Tiongkok sampai dengan 1912M. Lalu dimulailah masa Republik Tiongkok yang dipelopori oleh Dr. Sun Yat Sen (1912 sampai kini)

Satu hal yang perlu dicatat bahwa kaum Muslimin Tiongkok bahu membahu dalam membangun Tiongkok baru. Dr. Sun Yat Sen memuji peran pahlawan Tionghoa yang beragama Islam dalam membangun Republik Tiongkok. Sampai kini kaum Muslimin Tiongkok masih tetap berperan.

- Abu Sally.
( Tulisan ini ditulis ulang dari buku The Muslim in China yang ditulis oleh Haji Ibrahim Tien Ying Ma)
Last Updated ( Friday, 01 June 2007 )

dari irena center



Tidak ada komentar: