Minggu, Agustus 19, 2007

Bahaya Amerika di Indonesia

Tabloid Intelijen Edisi No.
5/ Th II/2005/6 - 19 Mei. Silahkan dicermati bagi yang masih cinta
dengan keutuhan bangsa Indonesia.

-------------------------------------
Sebuah e-mail masuk ke Redaksi INTELIJEN. Pengirimnya, sumber
INTELIJEN yang selama ini sering "membisikkan' data-data rahasia yang
tidak bisa diakses oleh sembarangan orang. Isinya cukup mengejutkan,
RAND Corporation, sebuah lembaga think tank terkemuka yang berpusat di
Amerika, telah mengeluarkan rekomendasi penting.

Rekomendasi tersebut ditujukan kepada pemerintah Amerika Serikat.
Isinya agar Indonesia dipecah menjadi delapan negara kecil. Pemecahan
itu demi kepentingan geopolitik AS. Menurut RAND, Indonesia perlu
dipecah menjadi negara Timor Timur, Aceh, Ambon, Papua, Kalimantan
Timur, Riau, Bali dan sisanya tetap Indonesia. Rekomendasi itu telah
disampaikan sejak tahun 1998.

Masing-masing daerah memiliki alasan kenapa harus dipisahkan. Timor
Timur, yang sekarang benar-benar lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), perlu dipisahkan dari Indonesia sebagai test case
untuk melihat bagaimana sikap masyarakat Indonesia apabila ada salah
satu propinsinya memisahkan diri.

Mengapa yang dipilih adalah Timor Timur jawabannya mudah, hubungan
yang rentan dan kuatnya perlawanan fretilin, mengingat masuknya Timor
Timur ke dalam NKRI membuat proses pemisahan akan lebih mudah dan
beralasan kuat. Padahal proses integrasi Timor Timur mendapat
persetujuan dari Amerika dan para sekutunya. Realitanya sekarang telah
terbukti, melalui referendum Timor Timur telah lepas dari NKRI dan
berubah nama menjadi Timor Leste.

Urutan berikutnya dalam daftar daerah yang akan dipisahkan dari
Indonesia adalah Aceh. Pertimbangan strategisnya, Aceh merupakan pintu
masuk Selat Malaka, jalur utama dari kawasan Samudera Hindia dan
Atlantik ke Asia Timur dan Pasifik, Selain itu, Aceh juga sangat kaya
dengan sumber daya minyak dan gas alam.

Jangan lupa juga, Aceh selama ini menjadi daerah konflik. TNI dan GAM
masih terus berhadap-hadapan. Sementara potensi sumber daya alam Aceh
dikuasai dan dieksploitasi oleh perusahaan Amerika seperti Exxon dan
Mobil Oil.

Daerah konflik lainnya yang masuk dalam "daftar tunggu" untuk lepas
dari Indonesia adalah Ambon. Meski tak banyak diketahui oleh orang,
Ambon memiliki potensi kekayaan laut yang luar biasa. Cadangan ikan di
perairan Maluku termasuk yang terkaya dan terbesar di dunia. Berbagai
sumber kekayaan lain yang juga ada di Maluku, meskipun belum
dieksploitasi dengan optimal.

Papua adalah agenda berikutnya, pulau terbesar ini dipercaya memiliki
cadangan uranium dan plutonium. Kekayaan alam ini dimasa depan bisa
menjadi sumber energi dan bahan baku senjata nuklir. Papua juga
memiliki kekayaan tambang emas dan tembaga. Biasanya daerah yang kaya
dengan juga memiliki potensi uranium. Sama dengan Papua Klimantan
Timur juga memiliki potensi uranium yang besar.

Riau, potensinya lebih mirip dengan Aceh. Riau merupakan titik paling
sempit dari Selat Makala. Artinya menjadi titik rawan bagi jalur
pelayaran.

Sementara urgensi Bali adalah Selat Lombok yang menjadi alternatif
dari Selat Malaka. Jalur ini menjadi pilihan karena Selat Sunda
terlalu dangkal untuk dilalui tanker-tanker raksasa. Selain itu,
secara cultural religius, Bali merupakan komunitas minoritas.

Benang Merah

Prof. Richard H. Dikmejian, pakar Timur Tengah dan pengarang buku
`Islam in Revolution", menyatakan bahwa pasca perang dingin, Islam dan
Jepang menjadi musuh Amerika Serikat. Mantan penasehat Ronald Reagan
ini pernah menjelaskan siapa yang disebut dengan Islam, yaitu kawasan
dari Mesir, Sudan, Timur Tengah dan kawasan selatan benua Asia sampai
ke Indonesia.

Bila dikaji lebih jauh, Amerika memiliki strategi atau rencana jangka
panjang seperti itu karena bagi mereka industri senjata memberikan
kontribusi terbesar. Apabila pernyataan Dikmeijan diatas dikaitkan
dengan kondisi di Indonesia saat ini, akan terlihat adanya benang
merah.

Benang merah itu adalah, pada setiap daerah yang masuk "daftar tunggu"
terdapat perusahaan Amerika. Perusahaan Amerika tersebut memiliki
fasilitas penunjang yang bisa bisa dimanfaatkan untuk melancarkan
operasi militer dengan skala besar, terbukti kapal induk bisa berlabuh
di pelabuhan Mobil Oil, Arun.

Dari sisi gerakan separatisme di Indonesia, Amerika sangat
diuntungkan. GAM di Aceh yang dipimpin oleh Hasan Tiro yang hidup di
bawah perlindungan Swedia. Pendanaan dan persenjataan yang dimiliki
GAM juga berasal dari Barat, sementara ideologi yang diusung adalah
nasionalisme sempit yang sekuler, idiologi barat yang tidak pernah
lahir di rahim Serambi Makkah.

Di Ambon, Alex Manuputty yang memimpin gerakan RMS "sangat dekat"
dengan AS. Setelah ditangkap dan diadili di Jakarta, Alex berhasil
meloloskan diri ke Amerika Serikat. Hingga kini Alex masih meyebarkan
propaganda anti-Indonesia disana dan tidak bisa ditangkap.

Dari sisi politik dan hubungan internasional, Timor Timur yang menjadi
test case membuktikan adanya rekayasa yang diatur oleh pihak Barat,
dalam hal ini bantuan dan interverensi Australia dalam proses
referendum 1999 di Timor timur.

Semua itu terjadi dalam kondisi lemahnya kekuatan militer Indonesia.
Embargo senjata kepada Indonesia hingga kini belum dicabut, pesawat
tempur canggih F 16 memang dimiliki oleh Indonesia, tetapi
pemeliharaannya terhambat karena tidak ada suku cadang yang bisa
masuk.

Yang paling menarik, Dubes Amerika di Jakarta pada periode 1997-1999
adalah J. Stapleton Roy. Ia kemudian menjadi asisten Menlu AS untuk
urusan intelijen dan riset pada tahun 1999-2000. Roy pernah juga
menjadi Dubes Singapura dan RRC.

Hebatnya, Roy juga seorang direktur pada perusahaan Freeport Mc Moran
Copper & Gold Inc. Layak diperhitungkan, pada masa kritis peralihan
Orde Baru ke era reformasi, yang "bermain" di Indonesia justru seorang
diplomat yang memiliki multi kepentingan.

Suatu benang merah lagi, hampir di semua daerah yang masuk "daftar
tunggu" selalu bercokol gerakan separatis. Hal ini menguatkan dugaan
akan terjadinya "Balkanisasi", proses memecah belah sebuah negara
besar menjadi negara-negara kecil, seperti yang pernah terjadi pada
Yugoslavia di Semenanjung Balkan.

Balkanisasi Nusantara

Teori Balkanisasi memang masih spekulatif, namun deretan beberapa
kejadian menguatkannya. Lepasnya Timor Timur sudah terjadi, Aceh masih
menyimpan potensi gejolak, Ambon masih menjadi ajang dentuman bom.
Sementara daerah-daerah lain, keinginan daerah untuk dimekarkan
ataupun mengelola sumber dayanya sendiri terus menguat.

Pengamat intelijen AC Manullang menuding bahwa upaya Balkanisasi
adalah bagian dari strategi global Amerika untuk mengejar obsesinya
menjadi penguasa dunia. Namun menurut manullang, strategi Balkanisasi
terkait erat dengan sikap kepemimpinan nasional di Indonesia. Jika
mudah disetir, maka bentuk NKRI akan menguntungkan bagi AS. Sementara
jika sulit maka Balkanisasi akan dilakukan pada Indonesia.

Terlepas pada semua indikasi dan kemungkinan terjadinya Balkanisasi,
ada sikap dan kesatuan umat Islam sebagai penduduk mayoritas di
Indonesia ini. Jika umat Islam tidak mau dipeca belah, niscaya NKRI
pun akan tetap utuh.

Seorang tokoh Islam, Fauzan Al Anshori dari MMI, menyatakan bahwa
Balkanisasi akan ditentang oleh umat Islam. Format NKRI adalah format
yang paling tepat untuk mengaktualisasikan aspirasi umat Islam. Tokoh
yang getol mengusung ide penerapan syariat Islam itu menegaskan,
"Penegakan syariat harus dalam konteks NKRI, Balkanisasi dan
pemecahbelahan bangsa itu harus dihindari. Upaya-upaya devide et
impera dengan Balkanisasi ini saya curiga ada CIA dan Mossad di
belakangnya."

Barangkali ada kesimpulan sederhana tentang Balkanisasi, sekuat apapun
rekayasa, jika bangsa Indonesia sadar dan waspada, niscaya
pemecahbelahan itu akan sulit diwujudkan. Kembali tergantung pada
pemerintah dan rakyat Indonesia sendiri.
* INTELIJEN

Trus bagaimana dengan Amien Rais yang dari dulu mengusulkan terbentuknya Negara Federal Indonesia?

Tidak ada komentar: