Semenjak hari pertama memberitakan keislamannya di Mekah, hampir tak ada hari yang dilalui Khabab bin Art tanpa penyekapan dan penyiksaan. Status sebagai budak suruhan seorang wanita musyrik, Ummu Anmar membuat posisinya sangat sulit dan memprihatinkan. Ummu Anmar memperlakukannya sangat buruk dan kejam. Kepalanya pernah ditusuk dengan besi yang dipanaskan. Tak ayal lagi, Khabab merintih menahan perih tanpa mampu melawan. Tidak hanya Khabab, puluhan sahabat Rasulullah Saw. yang lain juga menerima perlakuan dan tekanan yang sama. Bilal bin Rabah, Ammar bin Yasir beserta kedua orang tuanya; Yasir dan Sumayah, Mush'ab bin Umair, Amir bin Fuhairah, Ummu Ubais, Aflah Abu Fakihah, bahkan Rasulullah Saw. juga menerima beberapa kali usaha penghinaan dan pembunuhan. Hal ini kemudian yang membuat Rasulullah menyerukan para sahabatnya untuk hijrah ke Habasyah.
Tak tahan menyaksikan perlakuan kaum musyrikin terhadap orang-orang muslim, Khabab datang menemui Rasulullah Saw. yang sedang beribadah di Ka'bah, ia mengadukan kesedihan dan ketidakmampuannya menghadapi cobaan yang terus datang bertubi-tubi. Khabab berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran?! Lalu mengapa Allah tidak segera memberikan kemenangan? Khabab mendesak Rasulullah untuk segera berdoa kepada Allah, meminta kemenangan.
Mendengar keluhan Khabab tersebut, wajah Rasulullah memerah, beliau berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman sebelum kalian, ada yang ditanam hidup-hidup separuh badannya, lalu kepalanya digergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Ada pula yang disisir kepalanya dengan sisir besi yang dipanggang dengan api, hingga tulang dan otot kepala mereka kelihatan, tapi hal itu tidak membuat mereka meninggalkan agama dan keyakinannya. Demi Allah, sungguh akan datang suatu masa di mana para pengendara bisa berjalan dari Shan'a ke Hadramaut, tidak merasakan takut selain pada Allah dan srigala yang akan menerkam gembalaannya, tapi kalian tergesa-gesa."
Menyaksikan permasalahan dan problematika yang mendera umat Islam hari ini, kita hampir putus asa. Pelecehan dan konspirasi global di bumi Islam begitu kuat dirasakan bahkan dilakukan secara terbuka. Setelah keruntuhan rezim Saddam di Irak, negeri seribu satu malam ini tidak lantas tentram. Masih jelas diingatan bagaimana kota Fallujah dibombardir Ramadan dua tahun lalu. Infrastruktur kota mesjid ini rusak berat, ribuan nyawa melayang, sebagian besarnya adalah anak-anak, wanita dan orangtua. Pedih memilukan. Tahun ini, drama pembantaian itu terulang kembali. Dengan alasan menjaga keamanan dan mengusir kelompok teroris, sejumlah pasukan diturunkan. Bentrok berdarah kembali terjadi, ratusan penduduk sipil ikut menjadi korban keganasan peluru dan senapan pasukan penjajah yang menyerang secara membabi-buta, seluruh penjuru Fallujah diliputi suasana mencekam, bau amis darah menjadikan kota itu semakin menakutkan. "Penulis script film" dan aktornya masih sama, Amerika dan sekutu dekatnya Yahudi Israel. Hanya berbeda peran. Kadang mereka tampil sebagai polisi dunia, sesekali muncul sebagai pejuang demokrasi. Beberapa kali tampil menyerukan keadilan dan perdamaian. Walaupun kerap berganti peran, tapi tetap memiliki obsesi yang sama. Menjadi penguasa.
Al Jazair. Nama ini pernah membuat hati bergidik setiap kali mendengarnya. Rangkaian pembantaian besar-besaran yang menewaskan ratusan ribu penduduk sipil. "Barat" ikut bertanggungjawab dalam konflik berdarah ini. Bermula dari kemenangan partai Islam FIS (Islamic Salvation Front) atas partai sekuler FLN (National Liberation Front) dalam pemilu parlemen Al Jazair di penghujung 1991. FIS yang merupakan representasi kekuatan muslim terpelajar Al Jazair menang telak dalam pemilu parlemen dengan perolehan 188 kursi (82 %) dari 231 kursi. Tak puas menerima kekalahan, rezim otoriter Al Jazair dukungan Barat menganulir kemenangan tersebut. Kendati diulang, pemilu kedua kalinya masih dimenangkan FIS. Skenario berdarah pun dimulai. FIS dibekukan dengan tuduhan terlibat jaringan teroris dan termasuk gerakan fundamentalis Islam. Ribuan para pendukung dan simpatisanya dibunuh, sebagian lainnya dipenjara dan menjadi buronan. Al Jazair banjir luka dan airmata. Pedih.
Turki. Tak jauh berbeda dengan Al Jazair, negeri terakhir bekas kekhalifahan Islam ini juga menyimpan duka. Setelah runtuh dan dikuasai kelompok sekuler sejak tahun 1927, secara beruntun Turki menjadi bulan-bulanan Barat dan Yahudi Israel. Kendati kekuatan Islam pernah melakukan penetrasi ke kancah politik negara melalui partai politiknya; Refah, namun musuh-musuh Islam berkolaborasi untuk menyingkirkan Refah. Partai pemenang pemilu ini kemudian ditumbangkan oleh konspirasi militer Turki dan partai-partai pendukung sekulerisme. Refah bahkan menjadi partai terlarang. Pemimpinnya Najmuddin Erbakan lalu dikenakan ketetapan larangan berpolitik.
Ambon. Negeri elok nan permai ini pernah menjadi saksi tragedi paling memilukan di nusantara. Konflik sengit antara Islam dan Kristen di pulau Maluku dimulai sejak terjadinya pembakaran dan penjarahan perkampungan Islam di Waylete, Kodya Ambon pada 14 November 1998. Disusul kemudian penyebuan massal secara brutal warga Kristen terhadap kampung-kampung Islam di hampir seluruh kodya Ambon pada awal tahun 1999. kekuatan asing dilihat ikut berperan memperuh kondisi pulau Maluku. sejak saat itu, secara berturut-turut warga muslim Ambon mendapat tekanan warga Kristen. Banyak cerita haru di sana. Salah satunya kisah para muslimah yang di bunuh dalam keadaan hamil. Janin-janin bayi itu kemudian dikeluarkan setelah merobek perut sang ibu. Jerit tangis pilu membahana dan menyayat hati. Gadis-gadis muslimah dilecehkan dan dirusak kehormatannya. Beberapa mereka syahid sebelum dibunuh. Rasa sakit yang tak terperikan telah menghentikan detak jantung mereka. Semoga Allah Swt. berkenan menerima mereka di surga.
Lain lagi di Somalia. Berdalih negeri itu memberikan suaka kepada kelompok teroris, dengan semena-mena kedaulatan negeri tanduk Afrika itu di mandulkan, rakyat menderita tanpa pembelaan dan perlindungan. Kekuatan militernya dilucuti, sementara para pengacau dan pemberontak dipersenjatai. Pemerintah tak ubahnya boneka. Penduduk Somalia menjadi budak di negeri sendiri. Kekeringan, kelaparan, perang saudara, perebuatan kekuasaan, pembantaian. Hampir setiap jam, ada jasad roboh diterjang peluru.
Palestina, kota suci ketiga ini juga belum dapat dibebaskan. Penjajah Yahudi dan Zionis internasional masih bersikeras mengakui bahwa mereka adalah ahli waris tunggal Haikal Sulaiman yang mereka klaim berada di bawah bangunan mesjid Al Aqsha. Sejak invasinya ke Palestina tahun 1948, sudah tak terhitung jumlah kerugian dan korban yang didera rakyat negeri ini. Tidak hanya menduduki dan melakukan agresi, Israel juga mengangkangi hak-hak dan kehormatan umat Islam di sana. Setelah merampas beberapa wilayah Palestina, berbuat angkara dan durjana di sana, menculik, menyiksa dan memperkosa, puluhan ribu meregang nyawa dan terluka. Pembantaian Shabra dan Syatilla, Oum Khaled, Deer Yasiin, Yaba, Haifa, Majdal, Sha'ab, Jenin, Tepi Barat dan Jalur Ghaza. Janji perdamaian hanya menjadi cerita di atas kertas. Demokrasi sering menjadi pemanis. Penarikan mundur dan genjatan senjata hanya sandiwara. Yahudi Israel takkan pernah angkat kaki dari Palestina kecuali dengan perlawanan.
Belum habis derita Palestina, Israel kembali menyerang Lebanon, memborbardir kota dan pemukiman penduduk. Ratusan terbunuh dan ribuan cidera. Namun Allah Swt. memperlihatkan kekuasaannya di republik itu. Hizbullah sukses memaksa Israel keluar perbatasan. Kendati telah diperkuat dengan persenjataan dan kecanggihan mesin-mesin tempur, militer Israel berhasil ditekuk barisan gerilya Hizbullah pimpinan Hasan Nasrullah. Padahal Israel telah mengorbankan 400 serdadu, 4228 roket Katiyusha dan 130 tank untuk menggempur basis pertahanan tempur pemimpin kelompok syiah itu. Kerugian Israel selama perang diperkirakan mencapai 5,4 milyar USD di semua sektor.
Sama persis seperti kemenangan Islam dalam perang Mu'tah. Mungkin tak ada yang mengira bahwa pasukan muslim mampu melepaskan diri dari kepungan pasukan musyrikin Romawi, padahal jumlah pasukan berbanding jauh, 3 ribu berbanding 300 ribu prajurit. Tidak ada akal yang bisa menerima ini sebagai hasil pekerjaan manusia. Pasukan Islam mampu melepaskan diri dari kepungan musuh di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Begitu pula perjuangan panjang muslim Afghanistan pimpinan Hikmatyar selama 14 tahun melawan rezim Rusia. Perlawanan panjang dan melelahkan itu akhirnya membuahkan kemenangan, walaupun harus mereka tebus dengan 2 juta syuhada yang gugur. Hegemoni Rusia di blok Timur kemudian runtuh pada desember 1991.
Telah menjadi ketentuan Allah, kemenanan dan kegemilangan berawal dari kepedihan dan pengorbanan. Ini menjadi nilai tukar sebuah kemenangan. Sebuah kemestian yang akan dihadapi setiap generasi yang menginginkan kejayaan. Wallahu l-musta'ân.
thaaaanks to http://newyorkermen.multiply.com/
Rabu, September 12, 2007
HARGA SEBUAH KEMENANGAN, Khabab bin Art
Diposting oleh KangEnos di Rabu, September 12, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar